Imam Mudji's Blog - Salah satu hal unik dan sangat khas Tuban adalah Tuak, atau dalam lidah orang lokal disebut Toak. Minuman dari pohon siwalan ini sedemikian trade mark Tuban. Karena kita akan kesulitan mendapatkan minuman ini di daerah lain, kalaupun ada pasti impor dari Tuban.
Toak merupakan minuman yang diperoleh dari perasan bunga pohon siwalan yang disebut Wolo. Secara fisik, Wolo ini berbentuk panjang dg diameter kurang lebih 5 cm dengan panjang bervariasi antara 25 sampai 40 cm. Dalam satu tangkai, biasanya terdapat sekitar 3 sampai 5 wolo.
Proses awal untuk membuat Tuwak adalah dengan menjepit wolo ini dari pangkal hingga ujung dengan tujuan melunakkan wolo tadi, setelah itu wolo direndam semalam suntuk, esok paginya wolo tersebut diiris tipis-tipis beberapa centi untuk mendapatkan air tetsannya. Nah, wolo-wolo yang telah keluar airnya tersebut kemudian diikat jadi satu dan ujungnya dimasukkan bethek (gelas dari bamboo yang lebih panjang) sebagai tempat untuk menampung tetesan tadi.
Perlu diketahui, bahwa proses menjepit wolo, memeras dan menampung airnya tadi semuanya dilakukan di atas pohon. Setelah ditunggu selama 10 sampai 12 jam, bethek tadi akan penuh dengan air tetesan wolo yang disebut Tuwak atau Legen.
Secara spesifik, ada perbedaan antara Toak dengan Legen. Toak berwarna putih susu, rasanya cenderung pahit dan mengandung alcohol cukup tinggi. Sedangkan Legen, warnanya agak bening, rasanya manis dan tidak mengandung alcohol.
Ada sedikit perbedaan dalam proses membuat Towak dan Legen. Untuk membuat Tuwak, wadah untuk menampung air tetesan wolo tadi (bethek) sebelumnya dikasih tuwak jadi (babonan) sebanyak satu gelas. Untuk menambah rasa, biasanya dicampur dengan kulit pohon juwet yang dikeringkan lebih dulu. Nah, karena dari awal sudah tercampur dengan tuwak jadi, maka air tetesan wolo tadi akan langsung berbaur dengan babonan, dan jadilah Tuwak. Tetapi untuk membuat Legen, ya cukup menampung air tetesan wolo tadi, gak usah dikasih babonan. Karena dari sononya, sebenarnya air tetesan wolo tadi rasanya memang manis, makanya disebut Legen ( berasal dari kata legi). Sayangnya, legen ini tidak bertahan lama. Legen yang asli hanya bertahan sekitar 4 sampai 5 jam, artinya jika telah melampau waktu tersebut, legen akan berubah menjadi Tuwak. Makanya, ada yang bilang bahwa Tuwak adalah hasil fermentasi dari Legen.
Pohon Siwalan (orang local menyebutnya bogor), selain menghasilkan Tuwak dan Legen, juga menghasilkan buah Siwalan atau disebut ental. Buahnya rasanya kenyal manis. Banyak dijual dipinggir-pinggir jalan atau dipusat-pusat wisata di Tuban, dan merupakan oleh-oleh khas Tuban yang tidak ada di daerah lain.
Bagi masyarakat Tuban, tradisi minum Tuwak telah ada sejak jaman dahulu. Dan merupakan kebiasaan umum kaum lelaki. Tiap sore, sehabis bekerja, mereka berkumpul ditempat-tempat tertentu untuk minum Tuwak bersama. Sambil minum Tuwak, biasanya mereka ngobrol ngalor ngidul. Topik “diskusi” mereka bermacam-macam, misalnya tentang hasil tani, tentang pendidikan yang mahal, bahkan juga tentang politik. Tidak selalu serius, tapi dari “diskusi” tadi kadang-kadang pemahaman baru yang mereka dapatkan menyangkut suatu hal. Dan kalau pada musim kampanye, komunitas Tuwak ini menjadi target serius bagi para politisi untuk menggaet massa sebanyak-banyaknya. Karena apa, ya karena komunitas Toak ini jumlahnya banyak,… bahkan sangat banyak,… banyak sekali. Serius. Itulah sisi lain Tuban yang memang sangat kental budaya Toaknya;
Seperti contoh Foto di bawah ini Lek Sukadi DKK desa Sumurgung palang Tuban, Mereka Tengah asik menikmati minuman toak sambil ngobrol tentang keseharian mereka.
Toak merupakan minuman yang diperoleh dari perasan bunga pohon siwalan yang disebut Wolo. Secara fisik, Wolo ini berbentuk panjang dg diameter kurang lebih 5 cm dengan panjang bervariasi antara 25 sampai 40 cm. Dalam satu tangkai, biasanya terdapat sekitar 3 sampai 5 wolo.
Proses awal untuk membuat Tuwak adalah dengan menjepit wolo ini dari pangkal hingga ujung dengan tujuan melunakkan wolo tadi, setelah itu wolo direndam semalam suntuk, esok paginya wolo tersebut diiris tipis-tipis beberapa centi untuk mendapatkan air tetsannya. Nah, wolo-wolo yang telah keluar airnya tersebut kemudian diikat jadi satu dan ujungnya dimasukkan bethek (gelas dari bamboo yang lebih panjang) sebagai tempat untuk menampung tetesan tadi.
Perlu diketahui, bahwa proses menjepit wolo, memeras dan menampung airnya tadi semuanya dilakukan di atas pohon. Setelah ditunggu selama 10 sampai 12 jam, bethek tadi akan penuh dengan air tetesan wolo yang disebut Tuwak atau Legen.
Secara spesifik, ada perbedaan antara Toak dengan Legen. Toak berwarna putih susu, rasanya cenderung pahit dan mengandung alcohol cukup tinggi. Sedangkan Legen, warnanya agak bening, rasanya manis dan tidak mengandung alcohol.
Ada sedikit perbedaan dalam proses membuat Towak dan Legen. Untuk membuat Tuwak, wadah untuk menampung air tetesan wolo tadi (bethek) sebelumnya dikasih tuwak jadi (babonan) sebanyak satu gelas. Untuk menambah rasa, biasanya dicampur dengan kulit pohon juwet yang dikeringkan lebih dulu. Nah, karena dari awal sudah tercampur dengan tuwak jadi, maka air tetesan wolo tadi akan langsung berbaur dengan babonan, dan jadilah Tuwak. Tetapi untuk membuat Legen, ya cukup menampung air tetesan wolo tadi, gak usah dikasih babonan. Karena dari sononya, sebenarnya air tetesan wolo tadi rasanya memang manis, makanya disebut Legen ( berasal dari kata legi). Sayangnya, legen ini tidak bertahan lama. Legen yang asli hanya bertahan sekitar 4 sampai 5 jam, artinya jika telah melampau waktu tersebut, legen akan berubah menjadi Tuwak. Makanya, ada yang bilang bahwa Tuwak adalah hasil fermentasi dari Legen.
Pohon Siwalan (orang local menyebutnya bogor), selain menghasilkan Tuwak dan Legen, juga menghasilkan buah Siwalan atau disebut ental. Buahnya rasanya kenyal manis. Banyak dijual dipinggir-pinggir jalan atau dipusat-pusat wisata di Tuban, dan merupakan oleh-oleh khas Tuban yang tidak ada di daerah lain.
Bagi masyarakat Tuban, tradisi minum Tuwak telah ada sejak jaman dahulu. Dan merupakan kebiasaan umum kaum lelaki. Tiap sore, sehabis bekerja, mereka berkumpul ditempat-tempat tertentu untuk minum Tuwak bersama. Sambil minum Tuwak, biasanya mereka ngobrol ngalor ngidul. Topik “diskusi” mereka bermacam-macam, misalnya tentang hasil tani, tentang pendidikan yang mahal, bahkan juga tentang politik. Tidak selalu serius, tapi dari “diskusi” tadi kadang-kadang pemahaman baru yang mereka dapatkan menyangkut suatu hal. Dan kalau pada musim kampanye, komunitas Tuwak ini menjadi target serius bagi para politisi untuk menggaet massa sebanyak-banyaknya. Karena apa, ya karena komunitas Toak ini jumlahnya banyak,… bahkan sangat banyak,… banyak sekali. Serius. Itulah sisi lain Tuban yang memang sangat kental budaya Toaknya;
Seperti contoh Foto di bawah ini Lek Sukadi DKK desa Sumurgung palang Tuban, Mereka Tengah asik menikmati minuman toak sambil ngobrol tentang keseharian mereka.
0 komentar:
Posting Komentar